Hikmat 33 petikan dari Syarahan Al-Hikam
TIDAK SIA-SIA SESUATU MAKSUD APABILA DISANDARKAN KEPADA ALLAH S.W.T DAN TIDAK MUDAH TERCAPAI TUJUAN JIKA DISANDARKAN KEPADA DIRI SENDIRI.
Hikmat yang lalu menggambarkan keadaan hamba Allah s.w.t yang mempunyai maksud yang baik yaitu mau mengubah dunia supaya menjadi tempat kehidupan yang sentosa, tetapi ternyata gagal melaksanakan maksudnya apabila dia bersandar kepada kekuatan dirinya sendiri. Allah s.w.t menyifatkan dunia sebagai tempat huru-hara dan kekeruhan. Siapa yang memasukinya pasti berjumpa dengan keadaan tersebut. Kekuatan huru-hara dan kekeruhan yang ada pada dunia sangatlah kuat karena Allah s.w.t yang meletakkan hukum kekuatan itu padanya. Percobaan untuk mengubah apa yang Allah s.w.t tentukan akan menjadi sia-sia. Allah s.w.t yang menetapkan sesuatu perkara, hanya Dia saja yang dapat mengubahnya. Segala kekuatan, baik dan buruk, semuanya datang daripada-Nya. Oleh yang demikian jika mau menghadapi sesuatu kekuatan yang datang dari-Nya mestilah juga dengan kekuatan-Nya. Kekuatan yang paling kuat bagi menghadapi kekuatan yang dipunyai oleh dunia ialah kekuatan berserah diri kepada Allah s.w.t. Kembalikan semua urusan kepada-Nya. Rasulullah s.a.w telah memberi pengajaran dalam menghadapi bencana dengan ucapan dan penghayatan:
"Kami datang dari Allah. Dan kepada Allah kami kembali. "
Semua perkara datangnya dari Allah s.w.t dan akan kembali kepada Allah s.w.t juga. Misalnya, api yang dinyalakan, dari mana datangnya jika tidak dari Allah s.w.t dan ke mana perginya bila dipadamkan jika tidak kepada Allah s.w.t.
Apabila sesuatu maksud disandarkan kepada Allah s.w.t maka menjadi hak Allah s.w.t untuk melaksanakannya. Nabi Adam a.s mempunyai maksud yang baik yaitu mau menyebarkan agama Allah s.w.t di atas muka bumi ini dan menyandarkan maksud yang baik itu kepada Allah s.w.t dan Allah s.w.t menerima maksud tersebut. Setelah Nabi Adam a.s wafat, maksud dan tujuan beliau a.s diteruskan. Allah s.w.t memerintahkan maksud tersebut dipikul oleh nabi-nabi yang lain sehingga kepada nabi terakhir yaitu Nabi Muhammad s.a.w. Setelah Nabi Muhammad s.a.w wafat ia dipikul pula oleh para ulama yang menjadi pewaris nabi-nabi. Ia tidak akan berhenti selama ada orang yang menyeru kepada jalan Allah s.w.t. Jika dipandang dari segi perjalanan pahala maka boleh dikatakan pahala yang diterima oleh Nabi Adam a.s karena maksud baiknya berjalan terus selama agama Allah s.w.t berkembang dan selagi ada orang yang mewarisi dan meneruskan perjuangannya ini.
Maksud menyerah diri kepada Allah s.w.t, bersandar kepada-Nya dan menyerahkan segala urusan kepada-Nya mesti difahami dengan mendalam. Kita hendaklah memasang niat yang baik, dan beramal bersesuaian dengan makam kita. Allah s.w.t yang menggerakkan niat itu dan melaksanakan amal yang berkenaan. Cara pelaksanaannya adalah hak mutlak Allah s.w.t. Kemungkinan kita tidak sempat melihat asas yang kita bina siap menjadi bangunan namun, kita yakin bangunan itu akan siap karena Allah s.w.t mengambil hak pelaksanaannya. Maksud dan tujuan kita tetap akan menjadi kenyataan walaupun kita sudah memasuki liang lahad. Pada masa kita masih hidup kita hanya sempat meletakkan batu asas, namun pada ketika itu mata hati kita sudah dapat melihat bangunan yang akan siap. Rasulullah s.a.w sudah dapat melihat perkara yang akan berlaku sesudah baginda s.a.w wafat, diantaranya ialah kejatuhan kerajaan Rum dan Parsi ke tangan orang Islam semasa pemerintahan khalifah ar-rasyidin. Sekalian nabi-nabi mursalin yang dibangkitan sebelum Nabi Muhammad s.a.w sudah dapat melihat kedatangan baginda s.a.w sebagai penutup dan pelengkap kenabian. Begitulah tajamnya pandangan mata hati mereka yang bersandar kepada Allah s.w.t dan menyerahkan kepada-Nya tugas mengurus.
Tidak ada jalan bagi seseorang hamba kecuali berserah diri kepada Tuannya. Semua Hikmat dari yang pertama hinggalah kepada yang ke 33 ini, sekiranya disambungkan akan membentuk satu landasan yang menuju satu arah yaitu berserah diri kepada Allah s.w.t. Hikmat-hikmat yang telah dipaparkan membicarakan soal pokok yang sama, disuluh dari berbagai-bagai sudut dan aspek supaya lebih jelas dan nyata bahwa hubungan sebenar seorang hamba dengan Tuhan ialah berserah diri, rido dengan perlakuan-Nya. Rasulullah s.a.w telah mewasiatkan kepada Ibnu Abbas r.a:
" Apabila kamu bermohon, maka bermohonlah kepada Allah s.w.t. Apabila kamu meminta, maka mintalah kepada Allah s.w.t. Dan, ketahuilah bahwa sekiranya sekalian makhluk saling bantu membantu kamu untuk memperolehi sesuatu yang tidak ditulis Allah s.w.t untuk kamu, pasti mereka tidak akan sanggup mengadakannya. Dan, sekiranya sekalian makhluk mau memudaratkan kamu dengan sesuatu yang tidak ditulis Allah s.w.t buat kamu, niscaya mereka tidak sanggup berbuat demikian. Segala buku telah terlipat dan segala pena telah kering. "
0 ulasan:
Catat Ulasan
Nota: Hanya ahli blog ini sahaja yang boleh mencatat ulasan.